Rabu, 16 April 2014

Bumiku yang Tak Bersahabat Lagi

Karya: Aulya Sri Utami Ilham

“Siapa dia? Aneh sekali penampilannya, wajahnya tak pernah kulihat. Dia sepertinya seumuran denganku,” tanya Raisa dalam hati.
Kemudian, orang aneh itu menghampirinya dan bertanya-tanya tentang kehidupan saat ini.
“Namaku Muhammad Raihan, aku hidup di masa depan, dan kini aku berusia 12 tahun. Kehidupanku , begitu berbeda dengan kehidupanmu saat ini. Semuanya menggunakan high technology, tak ada lagi cara tradisional. Semuanya serba praktis. “Bim salabim” semuanya bisa tersedia di depan mata,” ujar orang aneh itu.

“Wah, keren!” ujarku sambil berteriak.
 “Bagaimanakah dengan kehidupan dan keadaan lingkungan saat ini?” Tanya Raihan.
“Semuanya dilakukan sendiri, tanpa ada teknologi yang terlalu mendominasi, persawahan  yang membentang luas, menanam padi sendiri, memanennya, dan mengeringkannya dengan cara yang sangat tradisional. Lebih seru lagi ketika membajak sawah bersama kerbau sambil bermain lumpur bersama teman-teman,” terangku.
“Bagaimana dengan buah-buahan dan sayuran?” tanyanya lagi.
“Hmm.., dari pada aku hanya mengoceh tanpa bukti, mari kuajak engkau untuk melihat semuanya,” ajak Raisa.
            “Lihatlah, kopi, teh, strawberry dan buah yang lainnya semua tumbuh subur di lahan yang luas. Tumbuh dan membawa manfaat bagi yang mengonsumsinya,” kataku sambil menunjukkan pada Raihan.
“Yang lebih seru lagi adalah memanen padi, di perkebunan kita juga dapat memanennya sendiri sambil menikmati udara yang sejuk.  Perkebunan juga menjadi tempat yang pas untuk berolahraga,” ujar Raisa.
            “Deru air sungai, percikan air sungai yang menyegarkan dan jernih. Semuanya itu dapat kita nikmati tanpa ada uang yang keluar dari kantong kita. Kesegaran kita rasakan dan kesehatan kita juga dapatkan. Memancing dan melompat dari ketinggian adalah kegemaranku, walaupun tanpa ada alat pengaman, tapi tidak membuatku untuk berhenti melompat dari ketinggian.
            “Kicauan burung yang begitu merdu yang akan kau dengarkan setiap bangun pagi. Banyak tempat-tempat rekreasi alam, bisa melihat langsung hewan-hewan yang  hidup di sana,” terang Raisa.
“Kita juga bisa berinteraksi dengan hewan-hewan?” tanya Raihan
“Yap!” sahutku.
            “Kain sutra yang indah dan lembut hasil tangan para pengrajin, guci, dan furnitur rumah yang masih dikerjakan dengan cara yang tradisional. Mainan anak-anak yang sering kubuat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, adalah hal yang paling menyenangkan. Contohnya ketapel kayu.
“Bisakah kau ajarkan aku membuat ketapel dari kayu itu?” tanya Raihan.
“Cukup mudah, mari aku ajarkan!” tutur Raisa.
Dengan semangat, Raisa pun mengajari Raihan.
“Semuanya bisa kunikmati dahulu secara bebas, tak bisa kuungkapkan betapa beruntungnya diriku ini ketika kecil. Kemudian, pencemaran, polusi dan semakin bertambah besarnya jumlah penduduk kini membuat semuanya berubah,” ungkap Raisa.
“Eh, Raihan , aku kan sudah memperlihatkan kehidupan saat ini, nah giliran kamu!” pinta Raisa.
“Baiklah kalau kau ingin melihatnya. Tapi aku ingin memperlihatkan kamu keadaan di tahun 2025,” ujar Raihan.
“ Okeh deh!” sahut Raisa bersemangat.
Raisa kemudian melihat keadaan tahun 2025.
Tahun 2025. Perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, sawah yang membentang luas menjadi berkurang, mungkin masih ada hal-hal yang berbau tradisional namun tak mendominasi, tak seperti dulu.
            Buah, sayuran, teh, kopi, semuanya terasa tak segar lagi. Sungai, kini mulai keruh, tak sejernih dahulu. Ketika kumelihat ikan-ikan mengapung di atasnya, seakan memberikan tanda bahwa semuanya tak seperti dahulu. Dan langit yang dihiasi dengan warna abu-abu dan hitam, setiap waktu terasa gelap terus, akibat kendaraan bermotor yang  mendominasi, membuat polusi di bumi ini.
            Suhu bumi yang terkadang tak normal, terkadang rasanya begitu panas, terkadang begitu dingin. Bencana mulai terjadi dimana-mana, semuanya gara-gara manusia, yang tidak memanfaatkan lingkungan hidup dengan baik, dan juga tidak melestarikannya.
“Mengapa bisa begitu?” ujar Raisa prihatin.
“Itu semua karena ulah manusia,” tukas Raihan.
“Bagaimanakah dengan di masa depan? Tempat kamu berasal?”



            “Di masa depan,  hijau tak terlihat lagi di sepanjang jalan, tak ada lagi sawah yang membentang luas, sawah hanya sepetak, tak ada lagi petani apalagi kegiatan membajak sawah dengan kerbau, semuanya dilakukan oleh teknologi,” tutur Raihan.
Semakin banyak sumber daya alam yang ternacam kepunahan, meski segala upaya untuk mempertahankan SDA itu telah dilakukan. Namun, masih banyak manusia yang tak menyadari hal itu sampai saat ini. Yang pada akhirnya, semua buah-buahan, sayuran yang telah mendekati kepunahan, mulai beberapa diawetkan dan tak lagi dikonsumsi. Dan hanya sebagai bukti kepada anak cucu di zaman berikutnya.
            Air sungai yang dulu mengalir jernih, menyegarkan, dan menyejukkan, kini berubah menjadi penampungan cairan berwarna-warni. Tak bisa lagi seperti dahulu, anak-anak zaman ini, tak peduli lagi dengan yang namanya “bermain dengan alam”. Mereka hanya sibuk bermain dengan gadget-gadget yang  begitu canggih,” tutur Raihan memberi gambaran.
            Keanekaragaman hewan di bumi semakin sedikit. Semua yang punah hanya dapat dilihat, kita tak bisa lagi berinteraksi secara langsung. Hanya sebagai pajangan di museum-museum. Sekali lagi, hal ini dilakukan hanya untuk sebagai bukti pada anak cucu di zaman berikutnya, bahwa dahulu banyak keanekaragaman hewan namun sekarang telah punah.
Hutan yang dulu banyak di sekitar kita, kini tak ada lagi. Semuanya hilang dan dikalahkan oleh gedung-gedung pencakar langit. Semakin banyak manusia-manusia baru, membuat semakin banyak lahan yang harus digunakan untuk pemukiman.
            Karena kemajuan teknologi yang begitu pesat, membuat banyak orang yang  menganggur, semuanya praktis dan tak perlu lagi mengeluarkan keringat untuk mendapatkan sesuatu, cukup ucapkan apa yang kita inginkan, semuanya ada di depan mata.
            Tak terlihat lagi pepohonan, bunga-bunga, dan hijau tanaman. Semuanya menjelma menjadi hutan beton, makanan siap saji dan praktis.
            Pemanasan global tak terhindarkan lagi. Suhu bumi tak menentu. Polusi udara menjadi lapisan udara baru di bumi, ozon menipis dan es di kutub bumi mencair terus menerus. Semua ulah manusia yang masih tidak sadar dengan keadaan bumi saat ini.
            Jumlah dan kebutuhan manusia yang semakin banyak membuat alam menjadi korbannya, semuanya jadi rusak. Usaha pelestarian yang tidak maksimal, membuat usaha yang dilakukan hanya sebagai simbolik saja dan hanya semakin menambah kerusakan.
            Semakin banyak dan tinggi jumlah populasi manusia, membuat bumi tak dapat lagi menampung semuanya.
“Terkadang aku sendiri heran, mengapa manusia belum sadar dengan keadaaan bumi,” pikir Raihan .
“Iya, betul, padahal, bencana alam selalu datang dan merenggut nyawa,” ujar Raisa.
            Pemanasan global, efek rumah kaca, dan pencemaran lingkungan mengakibatkan manusia harus membuat inovasi-inovasi baru, agar manusia dapat bertahan pada keadaan bumi saat ini.
Kacamata pelindung, pakaian pelindung dari sinar UV yang berbahaya bagi kulit manusia. “Mungkin sekarang kamu bisa bebas memakai pakaian, tapi di masa depan tidak lagi,” tutur Raihan.
Air  bersih yang merupakan salah satu sumber daya alam yang paling berlimpah di bumi ini, di masa depan jumlahnya makin menipis. “Mengapa? Ingat, pohon telah dikalahkan, tak ada lagi daerah resapan air. Air yang dikonsumsi merupakan air daur ulang,” jelas Raihan.
            Udara yang dihirup merupakan campuran dari polusi kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik di muka bumi ini. Polusi yang berkumpul menjadi satu dan menjadi boomerang bagi kita manusia.
            Manusia masih saja tak menyadari semua itu, bumi tak bisa lagi menampung dan menahan semua kerusakan-kerusakan yang kita buat di atasnya. Bencana alam terjadi terus-menerus. Namun, manusia tetap tidak menyadari teguran dari bumi. Suhu bumi yang tidak menentu tidak membuat manusia sadar, bahwa bumi tidak mampu lagi.
Terjadi ketidakseimbangan di bumi ini, makhluk hidup, dan sumber daya alam, kini punah dan tak bisa lagi kita perlihatkan kepada anak cucu kita di zaman berikutnya. Hanya sebuah replika saja yang bisa kita perlihatkan kepada anak cucu kita, sebagai bukti bahwa dahulu di bumi sumber daya alam dan makhluk hidup beraneka ragam.
“Aku Raihan dari masa depan, hanya ingin memberikan pesan peringatan kepadamu dan kepada manusia yang hidup saat ini. Jagalah bumi ini, manfaatkan sumber daya alam dan makhluk hidup yang ada secara bijak, dan  tetap melakukan pelestarian agar anak cucu di masa depan dapat menikmati apa yang kamu nikmati saat ini.” Jelas Raihan
Raisa lalu tertegun dan tak sadar ternyata Raihan telah pergi meninggalkannya.
“Raihan! Dimana kau?” teriak Raisa mencari.
Dan kemudian  Raisa terbangun dari tidurnya. “Ternyata hanya mimpi,” ujarnya .
Setelah terbangun dari tidurnya, ia pun bersumpah untuk menjaga bumi .

“Baiklah, mulai sekarang. Aku bersumpah akan menjaga bumi dan seluruh isinya dengan sebaik-baiknya. Bukan hanya aku, yang harus menjaga bumi, tapi kita semua!”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar